Sabtu, 09 Juli 2011

NERACA DI MATA MANAJEMEN

Neraca
Per definisi, neraca adalah posisi keuangan sebuah perusahaan yang menggambarkan kondisi harta, utang, dan modal pada tanggal tertentu. Neraca umumnya disajikan dalam bentuk aktiva-pasiva. Di sisi kiri, kita akan membaca semua aset yang ada di perusahaan. Berbeda dengan pemahaman awam, akuntansi tidak mensyaratkan kepemilikan. Aset, menurut akuntansi, adalah sumber daya ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas pada masa datang.
Walaupun kepemilikan sebuah aset masih di tangan lessor, jika sebuah perusahaan mempunyai hak dan kendali untuk menggunakan aset itu selama masa ekonomisnya, perusahaan tersebut harus mengakui aset itu sebagai sumber daya ekonominya bersama dengan utang jangka panjang yang ditimbulkannya, tentunya.
Sebaliknya, untuk sebuah aset yang masih bernilai buku tinggi dan sudah 100% dimiliki sekalipun, apabila mesin tersebut sudah tidak dapat menghasilkan pendapatan atau arus kas lagi ke depannya, harus diturunkan atau dihapuskan nilainya di neraca dan diakui biayanya (impairment) di laporan laba rugi.
Selain itu, jika dulu aset tetap harus dilaporkan pada nilai bukunya setiap periode, mulai tahun ini perusahaan boleh menggunakan metode revaluasi. Untuk metode nilai buku, masih ada masalah biaya penyusutan. Sesuai dengan prinsip akuntansi matching cost against revenue, kita perlu mengalokasikan biaya aktiva tetap yang besar dalam beberapa periode manfaatnya.
Untuk itu, manajemen akan menentukan nilai sisa, masa manfaat, dan metode penyusutannya. Nilai buku aset yang dilaporkan di neraca bergantung pada penentuan variabel-variabel di atas. Apakah sebuah aset, misalkan kapal terbang, bermasa manfaat delapan atau 12 tahun, dengan nilai sisa 10% atau 25%, dan dengan metode penyusutan garis lurus atau saldo menurun ganda, misalnya, ditentukan manajemen.
Aset lancar pun tidak semuanya bebas dari estimasi dan pertimbangan subjektif manajemen. Persediaan harus dilaporkan pada nilai yang lebih rendah antara harga pokok dan pasar, sesuai dengan prinsip konservatisme. Harga pokok sendiri dapat didasarkan pada FIFO (first in, first out), rata-rata, atau LIFO (last in, first out). Adanya banyak metode ini menyulitkan perbandingan antarperusahaan.
Adapun, piutang dagang dilaporkan pada nilai realisasi bersih yaitu total piutang dikurangi penyisihan piutang tak tertagih. Penghitungan besar penyisihan juga diskresi karena ada metode penyisihan berdasarkan penjualan bersih dan berdasarkan skedul umur piutang dengan persentase yang ditentukan manajemen.
Belum lagi pelaporan investasi dalam surat berharga. Akuntansi menyediakan empat kategori untuk ini yaitu sekuritas yang diperdagangkan, tersedia untuk dijual, dipegang hingga jatuh tempo, dan investasi jangka panjang. Metodenya pun ada tiga yaitu biaya diamortisasi, nilai pasar, dan ekuitas. Intinya, banyak angka dalam neraca adalah estimasi, diskresi atau kebijakan manajemen, dan bukan angka yang tepat atau pasti benar.
Dari mana aset perusahaan itu berasal dapat dilihat di sisi kanannya. Dalam semua keadaan, pasti ada yang membiayai aset-aset itu, sesuai dengan persamaan akuntansi bahwa aset sama dengan utang plus modal. Jika yang mendanai pemilik disebut modal dan jika sumber dananya dari pihak ketiga dinamai utang. Urutan di sisi kredit ini juga menunjukkan urutan pengembalian saat perusahaan dilikuidasi yaitu utang lancar, kemudian utang jangka panjang, dan terakhir modal.
Laporan laba rugi
Terkait dengan adanya diskresi manajemen dan kebijakan perusahaan untuk beberapa akun di neraca, laporan laba rugi pun sama. Penentuan biaya penyisihan piutang tak tertagih, biaya penyusutan, biaya amortisasi aktiva tak berwujud ada di tangan manajemen. Inilah kelemahan accrual basis.
Laporan laba rugi disusun ke bawah dengan metode multiple step sehingga kita mempunyai banyak istilah biaya dan laba. Ada harga pokok penjualan, biaya administrasi & umum, biaya/pendapatan lain-lain, dan pos luar biasa.
Konsep laba pun mengenal laba kotor, laba operasi, laba sebelum bunga dan pajak, laba sebelum pajak, dan laba bersih. Investor biasanya sangat berkepentingan dengan bottom line yaitu laba bersih atau tepatnya laba per saham (EPS).
Laba bersih dan EPS yang meningkat adalah sinyal positif akan bagusnya fundamental perusahaan dan sering menjadi pemicu kenaikan harga saham saat kondisi normal. Namun, investor yang cerdas mestinya mencari tahu sumber kenaikan itu.
Laba berkualitas tinggi jika dihasilkan dari penjualan atau operasi perusahaan karena akan berulang. Laba berkualitas rendah jika berasal dari pendapatan lain-lain seperti pendapatan bunga atau keuntungan penjualan aktiva tetap, apalagi jika disebabkan oleh pos luar biasa seperti keuntungan restrukturisasi utang, karena sangat mungkin tidak akan terjadi lagi.
Menyadari adanya kelemahan yang melekat pada laporan laba rugi berdasarkan accrual basis di atas, mulai 1990 standar akuntansi pun mensyaratkan perlunya laporan keuangan yang ketiga yaitu laporan arus kas. Saya akan membahasnya minggu depan.
Oleh : Budi Frensidy
Staf pengajar FEUI dan penulis buku Matematika Keuangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link