Rabu, 15 Desember 2010

Madu Lebah, Komoditi Yang Tak Tersentuh Maksimal

Oleh : Tarpiin & M. Syairi
Lombok Utara terkenal dengan kekayaan potensi Sumber Daya Alam (SDA), salah satunya madu lebah alami atau lokal atau sering disebut dalam bahasa latinya Apis cerana, Ironinya hingga saat ini madu lebah yang terdapat di Gumi Dayan Gunung masih belum mengemuka di dunia pasar, bahkan cendrung terlupakan. Lantas seperti apakah kondisi kelompok petani lebah madu di Kabupaten Lombok Utara (KLU) povinsi Nusa Tenggara Barat, sejak dulu hingga kini?
Berikut penelusuran penulis di Kabupaten Lombok Utara (KLU) atau lebih identik dengan sebutan Dayan Gunung dengan luas wilayah mencapai 809,53 km2 dan jumlah penduduk tidak kurang dari 207.998 jiwa. Komuditi unggulan daerah yang baru di tetapkan menjadi daerah otonomi tanggal 21 Juli 2008 ini ada di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan hingga kelautan perikanan, disamping sektor pariwisata sebagai salah satu aset terbesar bagi KLU.
Khusus komoditi di sektor perkebunan, komoditi madu lebah di Lombok Utara kondisinya sangat memungkinkan untuk di jadikan salah satu produk unggulan daerah, terbukti banyaknya kelompok petani madu yang dapat di katakan menjamur di lima kecamatan di KLU. Sebut saja salah satu kelompok petani madu Peternak Madu Mandiri Teladan (Permata) Desa Rempek Kecamatan Gangga KLU. Kelompok ini merupakan gambaran kecil dari beberapa kelompok lainnya di desa terkait hingga beberapa kecamatan lainnya.
Para peternak madu yang tergabung dalam beberapa kelompok ini juga bukan hanya sekedar kelompok kagetan belaka atau hidup ketika ada program dari pemerintah saja, tetapi patut di banggakan karena sebagian besar merupakan profesi yang di tinggalkan dari para nenek moyang atau leluhur sebelumnya.
Meski demikian seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, profesi ini ternyata tak dapat menjadi penopang atau menjadi jaminan kesejahtraan masyarakat atau para anggota kelompok tersebut. Minimnya pembinaan dari pemerintah terkait serta berbagai kendala lainnya seperti akses pasar, labling (lebel atau kemasan) hingga peningkatan kapasitas kesejahtraan kelompok menjadi kendala medasar sehingga komuditi satu ini belum mampu menjadi komoditas unggulan yang dapat go publik.
Terbukti hingga saat ini tak pernah kita melihat atau mendengar sebutan madu asli Lombok Utara seperti yang biasa kita dengar dan temukan misalnya madu asli Sumbawa. Pada hal kwalitas madu yang di hasilkan para peternak ini tidak di ragukan lagi dan dapat di pastikan mampu bersaing di akses pasar asalkan di kelola dengan maksimal oleh pemerintah atau pihak terkait lainnya.
Ruspendi, Ketua Peternak Madu Mandiri Teladan (Permata), Desa Rempek, Gangga, KLU yang juga sekaligus Sekretraris Forum Komunikasi Desa Mandiri Rempek, misalnya saat di temui belum lama ini dengan penuh ramah tamah dan nuansa kekeluargaan mempersilahkan untuk duduk di sebuah berugak sederhana, “ beginilah suasana kita di tengah hutan, sepi, “ katanya membuka perbincangan.
“Kita disini memiliki sekitar 4 kelompok madu dengan jumlah anggota yang bervariatif mulai dari 10 orang hingga 20 orang, bahkan ada juga kelompok tani (gapoktan) yang juga di fungsikan sebagai kelompok petani madu, tapi masih banyak juga yang memang murni berprofesi sebagai kelompok petani madu.
Karena keterbatasan biaya dan belum adanya pembinaan satu kelompok hanya mampu memiliki sekitar 5 stub (kotak) yang di buat dari pohon kelapa dengan berswadaya, satu stub biasanya menghabiskan Rp 70 ribu, tapi sebagian besar kelompok yang memang sebelumnya terbentuk dengan berswadaya kini banyak yang tidak eksis lagi alias mati suri, selain memang persoalan diatas juga karena pembinaan pun pengelolaan manajemen kelompok yang belum mampu dilakukan para anggota,“ tuturnya menyanyangkan.
Selain kendala tersebut para petani madu juga sering dihadapkan dengan berbagai penyakit atau hama yang kerap kali mengganggu madu lebah seperti semut merah (semangah bahasa sasaq Dayan Gunung-red), semut hitam (teres sirem), hingga hama yang meyerupai kupu-kupu berwarna itam besar dan menghisap madu yang biasanya menyerang pada malam hari, “ jelasnya.
Untuk kelompok Permata sendiri memilki anggota 9 orang dengan jumlahstub sekitar 70 unit yang di buat secara swadaya kelompok. “ Kitatargetkan kelompok Permata memilki 1000 stub, kita juga sayag bersyukur semangat para anggoat kelompok untuk terus mengembangkanpropesi yang di tinggalkan para orang tua terdahulu masih terjagan dengan baik meski hingga saat ini kita sama sekali belum pernah merasakan pembinaan dari pemerintah terkait, “ sambungnya.

Lantas berapakah produksi madu yang dapat dihasilkan kelompok petani madu?, “ satu kelompok dapat meghasilkan 20 hingga 30 botol madu lebah asli dalam sekali panen, sedangkan panen biasanya dilakukan sekali sebulan, jumlah produksi madu juga sangat di tentukan cuaca atau musim bunga atau buah - buhan setempat. Bisanya untuk satu stub dapat menghasilkan 1,5 hingga 2 botol madu murni, “ jelasnya.
“Akses pasar hingga saat ini belum di miliki para anggota kelompok sehingga sistim penjualan dilakukan atar teman bahkan harganya juga sangat murah sekitar Rp 50 ribu bahkan dapat kurang dari harga tersebut, karena biasanya yang membeli adalah teman sekitar atau kerabat lainnya, sehingga sistem penjulanan juga belum dapat di kelola sama sekali sehingga sangat berpengaruh terhadap pengasilan ekonomi para anggota kelompok. Kita berharap ada perhatian serius dari pemerintah untuk mengatasi persoalan para anggota kelompok, “ tambah Ruspendi penuh harap.
Pantauan penulis di lokasi juga banyak terlihat stub yang di tinggalkan madu lebah atau kloninya karena tak mampu di rawat atau di peliharan dengan baik oleh para anggota kelompok, selain itu di karenakan kwalitas stub yang di buat anggota kelompok yang tidak standar dan lebih cendrung menggunakan bahan baku seadanya. Meneropong Komuditas Unggulan di KLU (bagian 2 habis) Minim Anggaran
Minimnya anggaran dan keterbatasan tenaga untuk melakukan pembinaan terhadap kelompok petani lebah madu di akui Kasi Produksi dan Pengembangan Usaha Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Kehutanan KLU, M. Zaenudin saat di temui beberapa waktu lalu. “ Kita masih terkendala dengan anggaran sehingga pembinaan dan
pengembangan kelompok tani madu lebah di KLU belum dapat di lakukan dengan maksimal selain itu kita masih terbatas tenaga, “ jelasnya. “Insya Allah untuk tahap awal kita akan melakukan pembinaan terhadap dua kelompok petani madu lebah, sedangkan untuk tahap berikutnya kita akan usulkan 5 kelompok atau lokasi untuk proses pembinaan dan pengembangan ditiap kecamatan. Selain persoalan anggaran minimnya publikasi juga memjadi salah satu penyebab utama sehingga madu lebah Lombok Utara belum mampu bersaing dan muncul di dunia pasar, “ tambah Zaenudin.
Sedangkan data yang berhasil di himpun dari dinas terkait saat ini jumlah kelompok petani madu lebah di KLU sebanyak 30 kelompok yang tersebar di lima kecamatan dengan hasil produksi madu per satu kelompok mulai dari 156 botol hingga 1.635 botol madu per tahunnya. Sedangkan jumlah anggota kelompok dari 10 orang hingga 20 orang persatu kelompok. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link